SERING KECELAKAAN, SEPEDA LISTRIK BUKAN UNTUK ANAK DI BAWAH 16 TAHUN

MAJA, SEKITARMAJA.COM – Adalah sebuah pemandangan yang biasa di sekitar Citra Maja Raya dan area kampung di sekitarnya, anak-anak usia sekolah dasar atau menengah yang menaiki sepeda motor listrik.

Sebenarnya tidak masalah besar jika anak-anak ini mengendarai dengan mengenakan helm dan sendiri saja.

Masalah muncul begitu anak-anak ini mengabaikan masalah keamanan saat menaiki motor listrik ini. Ada yang berboncengan hingga 3-4 orang, tanpa mengenakan helm. Ada pula yang mengebut di atas ambang batas aman yang kemungkinan besar mereka sendiri tidak tahu berapa.

Di tahun 2023 kalau kita masih ingat, pernah beredar video kecelakaan di media sosial yang menunjukkan insiden kecelakaan lalu lintas antara sepeda listrik dengan mobil boks yang menewaskan pengendara sepeda listrik yang masih anak-anak.

Sekitarmaja.com pernah menjadi saksi kecelakaan sepeda motor listrik yang dinaiki 4 orang anak di bawah umur di jalan Citra Maja Raya 2 Boulevard. Meski tidak berakibat fatal karena cuma berakibat luka lecet, muncul pertanyaan: “Bagaimana sebenarnya aturan pemakaian sepeda motor listrik ini? Mengapa para orang tua seakan sangat permisif soal penggunaan sepeda motor listrik di jalan umum?”

Peraturan ‘Bercelah’

Jika ditilik aturannya, sebetulnya sudah ada aturan yang membahas soal batasa usia pengendara sepeda motor listrik. Hanya saja pihak berwenang tampak kurang gencar mensosialisasikannya dan akibatnya masyarakat terutama para orang tua menjadi kurang paham mengenai batasan usia ini. Tak heran penegakan aturan menjadi ‘memble’.

Berdasarkan pada Peraturan Menteri Perhubungan No 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik, kita bisa temukan informasi batasan usia pengendara sepeda listrik yakni minimal 12 tahun, demikian dilansir dari laman republika.

Namun, perlu dicatat dan digarisbawahi di sini bahwa menurut Permen tersebut, untuk para pengendara anak-anak remaja awal di usia 12-15 tahun, penggunaan sepeda motor listrik haruslah tetap didampingi oleh orang dewasa alias orang tua mereka.

Tentu ini Permen ini memiliki ‘celah’ pelanggaran karena bagaimana bisa orang tua memantau sepenuhnya anak remaja mereka untuk mengendarainya di jalan raya padahal lazimnya orang tua membelikan sepeda motor listrik ini dengan tujuan utama agar anak mereka bisa ke sekolah atau tempat tujuan lain tanpa ortu harus susah payah mengantarkan?

Dengan kata lain, kepraktisan adalah alasan utama ortu membelikan sepeda motor listrik bagi anak. Dengan mengharuskan para ortu untuk terus memantau, tentu unsur kepraktisan itu hilang secara otomatis dan ortu tentu tidak mau susah payah memantau anak mereka yang sudah bisa menaiki sepeda motor listrik lagi.

Jadi bisa dikatakan ada semacam asumsi dalam benak regulator/ pembuat kebijakan bahwa mengendarai sepeda motor listrik dianggap tidak ‘seserius’ mengendarai sepeda motor konvensional dengan bahan bakar bensin. Padahal tidak bisa disederhanakan seperti itu.

Meski penggunaan sepeda motor listrik lebih mudah, tetap saja ada beberapa karakteristik sepeda motor listrik yang sama dengan motor konvensional tetapi juga memiliki karakteristik sepeda konvensional dalam beberapa aspeknya.

Secara Psikologis Belum Siap

Dilansir dari laman kompas.com, seiring dengan kenaikan tren pembelian dan penggunaan sepeda listrik yang murah meriah di Indonesia sejak 1-2 tahun belakangan ini, ditemukan juga adanya kenaikan jumlah pengendara sepeda listrik yang masih di bawah batas umur legal (di bawah 17 tahun).

Salah satu faktor mengapa sepeda listrik tak boleh dipakai di jalan raya umum ialah karena kendaraan ini tanpa suara seperti sepeda konvensional yang dikayuh dengan kedua kaki tetapi level kecepatannya mirip dengan sepeda motor konvensional berbahan bakar fosil.

Psikolog Anna Surti Ariani melalui Kompas.com mengatakan, setidaknya ada 3 aspek dominan yang perlu diperhatikan terkait kesiapan anak untuk berkendara, yaitu fisik-motorik, kognitif-bahasa, dan emosi-sosial.

Secara fisik, anak cepat lelah sehingga kewaspadaannya berkurang dan berbahaya. Secara kognitif, pengetahuan anak tentang lalu lintas dan kemampuan problem solving masih kurang. Secara emosi-sosial, anak cenderung labil dan tertantang mengebut tanpa mempertimbangkan keamanan.

Ariani menyimpulkan bahwa secara psikologis, anak dan remaja belum boleh berkendara secara mandiri dengan kendaraan listrik atau bermotor di jalan raya. Jika ingin menggunakan, sebaiknya tidak di jalan raya atau dengan pendampingan orang dewasa yang bertanggung jawab. Jika orangtua tidak bisa mendampingi, anak perlu dilarang mengendarainya.

Ariani berharap segera ada regulasi jelas dari pemerintah kita terkait penggunaan sepeda listrik, misalnya hanya boleh dikendarai oleh mereka yang memiliki SIM dan SIM hanya bisa diberikan di atas usia 17 tahun. Dengan regulasi, orangtua punya kekuatan melarang anak agar tidak menjadi pelanggar hukum.

Dalam Kompleks Rumah Boleh

Masih dari laporan Kompas.com, Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 2022 lalu sudah melarang penggunaan sepeda listrik di jalan raya. Bahkan, pihak kepolisian menegaskan akan melakukan penindakan bagi mereka yang menggunakan sepeda listrik di jalan raya.

Kasat Lantas AKBP Zulanda menyatakan bahwa larangan penjualan sepeda yang menggunakan motor listrik ini dikarenakan sepeda tersebut sering digunakan di jalan raya oleh anak di bawah umur. Menurutnya, hal ini sangat membahayakan dan meresahkan pengguna jalan lainnya.

Zulanda berkata, “Kepada masyarakat yang terlanjur membeli sepeda listrik agar tidak menggunakan di jalan raya. Apalagi diberikan kepada anak di bawah usia 17 tahun.”

Ia juga mengharapkan masyarakat senantiasa memakai helm dan jika menggunakan sepeda listrik, diimbau untuk tidak melampaui kecepatan 10-15 km per jam.

“Yang pasti hanya boleh digunakan pada halaman rumah, kawasan kompleks terbatas yang dan bukan jalan raya umum. Kami berharap ini tidak dilanggar serta diharap pada satpam yang menjaga pintu komplek untuk turut mengawasinya,” kata Zulanda.

Di kawasan Maja dan sekitarnya sendiri, sosialisasi dan penegakan aturan Permenhub No 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik tersebut bisa dikatakan tidak ada.

Tidak ada rambu-rambu, spanduk, atau papan informasi yang menunjukkan larangan apapun di kawasan perumahan Citra Maja Raya dan sekitarnya perihal tren penggunaan sepeda listrik yang makin meluas di kalangan warga setempat.

Haruskah menunggu sampai ada korban jiwa? Semoga tidak. (*/)

One thought on “SERING KECELAKAAN, SEPEDA LISTRIK BUKAN UNTUK ANAK DI BAWAH 16 TAHUN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *