MAJA, SEKITARMAJA.COM – Masalah tambang sempat menjadi salah satu topik pertanyaan dalam debat Pilkada Lebak 2024 yang diadakan pekan lalu di Aston, Serang. Paslon 3 Sanuji-Fajar mengajukan pertanyaan mengenai solusi ideal masalah pertambangan di Lebak sebab selama ini kabupaten ini memang punya potensi besar dalam hal pertambangan.
Sayangnya, selama ini masyarakat Lebak kurang menikmati keuntungan dari bisnis tambang yang ada di wilayah tersebut padahal bisnis tambang ini sangat merugikan masyarakat lokal. Jalan-jalan cepat rusak akibat tonase berlebihan, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas yang terjadi juga tidak bisa diabaikan begitu saja.
Namun, jika tambang dilarang, masalah lapangan kerja juga bakal muncul sebab makin banyak orang menganggur di Lebak. Harus diakui bisnis tambang ini menggerakkan ekonomi lokal juga. Inilah dilema klasik pertambangan Lebak.
Hasbi: Proporsionalitas dan Keadilan
Paslon 1 Hasbi Jayabaya dan Amir Hamzah menanggapi secara diplomatis bahwa kita perlu memahami dulu jenis-jenis pertambangan. Tambang emas misalnya berbeda dari tambang lain. Tambang emas cuma bisa dimiliki oleh pemerintah pusat, ungkap Hasbi.
“Di daerah memang ada penambang ilegal. Ini masalah keberpihakan regulasi pemerintah daerah terhadap pelaku pertambangan,” tandas adik mantan bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya itu di panggung debat Pilkada Lebak 2024.
Ia mengakui bahwa memang manfaat ekonomi tambang di Lebak cuma dinikmati sekelompok orang saja sehingga Hasbi berjanji akan menerapkan asas proporsionalitas dan keadilan dalam regulasi pertambangan di Lebak jika ia nanti terpilih sebagai bupati. “Semua harus bisa merasakan (manfaat tambang -red),” tegas alumnus Universitas Bung Karno tersebut.
Sebagai putra asli Lebak, Hasbi mengatakan, “Saya tahu izin tambang emas itu bukan dari bupati tapi pemerintah pusat.” Pernyataannya itu ditujukan untuk menyerang pernyataan paslon 3 Sanuji-Fajar yang terkesan menyudutkan pihak keluarga Jayabaya (Iti Jayabaya) yang dulu memimpin kabupaten Lebak.
Sementara itu, untuk mengatasi angka pengangguran di Lebak yang tinggi, Hasbi mengatakan nantinya ia akan membangun Balai Latihan Kerja agar warga Lebak tak lagi bergantung pada pertambangan.
“Masyarakat harus diberi pendidikan agar tidak bergantung pada tambang,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan rencana pemberlakuan Perda Digitalisasi Desa yang akan mewajibkan para perusahaan kontraktor dengan pagu indikatif Rp1,5 miliar untuk membuat sebuah gedung yang dilengkapi 1 unit komputer untuk masyarakat desa yang kurang sejahtera di seluruh Lebak agar mereka bisa belajar komputer di situ.
Sanuji: Legalkan Tambang Ilegal
Sanuji menanggapi pertanyaannya sendiri dan jawaban dari Hasbi dengan 3 saran utama. Pertama, pertambangan akan tetap diteruskan tetapi harus dikendalikan dan menjaga lingkungan. Pemerintahannya akan lebih selektif.
Kedua, ia akan melegalkan tambang-tambang liar. Sontak ini memicu perdebatan di kalangan warganet pula mengingat penambangan liar memang sangat marak di Lebak bahkan Maja ikut ‘kena getahnya’ dengan lalu lalangnya truk-truk tanah.
Ketiga, Sanuji mengatakan pemerintahannya nanti akan berupaya agar pertambangan di Lebak bisa menyumbang ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masih kecil. Rendahnya PAD Lebak menjadi ironi sebab luasnya jauh melebihi wilayah lain di dalam Provinsi Banten.
Masyarakat Terbelah
Dalam unggahan @sekitarmajaku mengenai pernyataan Sanuji yang berencana melegalkan tambang liar, beberapa pengikut beropini berseberangan.
Pemilik akun @nkhoirurrizky mengatakan bahwa dirinya sangsi jika pajak yang dipungut dari tambang-tambang liar yang dilegalkan tadi akan bisa masuk ke PAD Lebak karena menurutnya masih ada celah korupsi dan permainan kotor yang bisa saja terjadi antara pebisnis tambang dan pihak oknum birokrat.
Sementara itu, pemilik akun @alienanwar beropini bahwa tak seharusnya melegalkan apapun yang berpotensi merusak. “Apapun itu yg sifatnya merusak tidak baik untuk dilegalkan,” tegasnya. (*/)