MAJA, SEKITARMAJA.COM – Rasanya sudah kenyang warga Maja (dan Banten pada umumnya) mengeluh soal kemacetan dan kerusakan jalan akibat lalu lalangnya truk-truk raksasa pengangkut tanah setiap hari.
Yang terbaru, kalau Anda rajin memantau Instagram, Anda bisa melihat unggahan para warga yang gemas tiap kali ada segerombol truk tanah yang parkir sembarangan di jalan kampung mereka.
Solusi Sementara
Di bawah ini misalnya adalah unggahan terbaru dari akun Instagram Info Maja dan Info Banten yang ditayangkan sejak 13 Mei 2024 lalu dan telah ramai dikomentari dan disukai netizen yang mayoritas warga Banten terutama Maja.
Karena keluhan kurang direspons oleh pihak penegak hukum, warga yang sudah tidak tahan pun mengambil tindakan tegas sendiri.
Sebagian ada yang melakukan penertiban sebagaimana yang dilakukan oleh sejumlah warga Kampung Cibedil di Kecamatan Maja berikut ini pada tanggal 12 Mei 2024 lalu.
Dalam video kiriman akun @Luthfi-13 yang ditayangkan ulang (repost) oleh kedua akun kawasan Maja tersebut, penertiban dilakukan warga Kampung Cibedil bersama Polsek Maja karena sudah ada beberapa korban kecelakaan akibat tindakan parkir sembarangan truk-truk tanah tersebut di bahu jalan terutama di malam hari saat kondisi jalan gelap gulita.
Namun, kita patut bertanya: “Apakah penertiban ini bakal menghentikan truk-truk tanah ini untuk melintas dan menghentikan tindakan parkir sembarangan di jalan-jalan di Maja?”
Tidak ada yang bisa menjamin hal tersebut mengingat akar permasalahannya juga belum teratasi.
Lalu apa yang menjadi akar permasalahan tersebut?
Reklamasi Pantai Jakarta
Jika kita runut ke belakang berdasarkan informasi yang dihimpun dalam laman kompas.com, kita perlu mencermati hal-hal yang sedang terjadi di pusat ekonomi yang ada di dekat Kabupaten Lebak, yang tidak lain adalah Jakarta.
Aktivitas penimbunan tanah di area bibir pantai Jakarta untuk diubah menjadi lahan tanah yang bisa dibangun sudah berjalan demikian lama yakni sekitar 5 dekade.
Upaya reklamasi yang pertama dilakukan oleh Ir. Ciputra untuk membangun daerah Ancol yang kala itu masih berupa rawa-rawa. Agar bisa membangun proyek, dibutuhkan banyak tanah untuk menimbun rawa-rawa terbuka tersebut.
Kemudian tahun awal 1990-an, muncul rencana melakukan reklamasi untuk pembangunan kawasan baru bernama Pantai Indah Kapuk.
Tahun 1995, muncul Keppres No 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan legallah tindakan reklamasi di Teluk Jakarta.
Dari mana tanah untuk menimbun laut ini berasal? Menurut kompas.com, tanah tadi berasal dari hasil kerukan sungai-sungai di Jakarta, pengerukan di pelabuhan lama dan penggalian jalur kereta bawah tanah.
Tahun 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dinahkodai oleh Siti Nurbaya Bakar memang turun tangan soal reklamasi Teluk Jakarta ini karena ada demonstrasi penentangan reklamasi oleh sejumlah warga.
Akan tetapi kemudian KLHK memutuskan tidak ada pelanggaran terhadap aturan yang berlaku. Karenanya pihak KLHK tidak memberikan sanksi apapun pada pengembang yang beroperasi di sana. Demikian dikutip dari berita kompas.com.
September 2018 menjadi saksi pemberhentian reklamasi di Teluk Jakarta setelah Gubernur Anies Baswedan menyatakan kerugian akibat reklamasi lebih banyak daripada manfaatnya, seperti dilansir dari laman kompas.com di tahun yang sama.
Pelarangan reklamasi ini karena dalam kampanyenya Anies berjanji untuk menghentikan reklamasi yang dianggap meresahkan warga Jakarta.
Menurut Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang dibentuk oleh Anies kala itu menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan semua kegiatan reklamasi di Jakarta dan hasilnya para pengembang yang mengantongi izin reklamasi dianggap tidak melaksanakan kewajiban mereka. Ada 13 pulau reklamasi yang dicabut izinnya oleh Anies dengan alasan bisa memperparah banjir di Jakarta (sumber: kompas.com) .
Merebak di Lebak
Masih dikutip dari kompas.com, asal tanah untuk aktivitas reklamasi pantai di Teluk Jakarta ialah Banten, Lampung, dan Bangka.
Dari pantauan sekitarmaja.com, usaha galian tanah dan pasir seperti ini memang sangat marak di kabupaten Lebak dan provinsi Banten secara umum. Beberapa ditemukan di Sindangmulya, Cimarga, dan lain-lain.
Tak heran, sangat susah untuk menghentikan truk-truk pengangkut tanah ini melintas di jalan-jalan Maja dan seluruh Banten pada umumnya sepanjang masih ada permintaan tanah dan pasir dari luar Lebak.
Tak cuma di Maja, masyarakat Citeras juga merasakan dampak yang sama dari aktivitas penggalian tanah ilegal ini, demikian ungkap laman bantenekspres.co.id Maret 2024 lalu.
Ditemukan sejumlah aktivitas penggalian tanah merah di ruas jalan Citeras-Kopo-Maja yang diduga kuat tidak berizin alias ilegal.
Dampaknya warga terganggu saat melintas, jalan menuju rumah mereka rusak akibat tonase yang melebihi ambang batas, dan semua diperparah dengan belum adanya tindakan tegas dari para penegak hukum.
Bisa Dipidana
Anggota DPRD Kabupaten Lebak, Abdul Rohman, membenarkan adanya aduan dari masyarakat terkait galian tanah merah yang diduga dibekingi oleh aparat, seperti di ruas jalan Citeras – Kopo – Maja.
Jika dugaan tersebut benar, ia meminta Pemkab dan Provinsi Banten untuk menyelidiki laporan masyarakat dan membentuk tim khusus.
Apabila terbukti, ia mendesak agar pimpinan yang terlibat dipanggil dan diambil tindakan sesuai hukum yang berlaku.
Abdul Rohman juga menyoroti lemahnya kinerja Satpol PP dalam menertibkan galian ilegal tersebut.
Ia menegaskan bahwa Satpol PP selaku pengamanan Perda harus tegas mengambil sikap karena kasus ini merugikan daerah dari segi pajak yang tidak disetorkan, dampak lingkungan, dan kerusakan infrastruktur jalan (sumber: bantenekspres.id).
Karena begitu banyak dampak negatifnya terhadap kondisi sosial, keamanan, dan lingkungan hidup, para pengusaha galian tanah ini bisa dijerat hukum.
Makan Korban Jiwa
Menurut bantennews.co.id, pengusaha galian tanah di Lebak yang ugal-ugalan dan tidak peduli dengan keamanan warga sekitar bisa diseret ke meja hijau.
Apalagi setelah terjadinya kasus tewasnya dua siswa SMKN 1 Rangkasbitung akibat tenggelam di bekas galian pasir.
Kasus ini pun mendapat sorotan dari Direktur Eksekutif Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) Cabang Lebak, Muntadir.
Ia sangat menyayangkan sikap abai dan tak bertanggung jawab pengusaha galian pasir yang meninggalkan bekas tambang begitu saja tanpa melakukan reklamasi.
Padahal reklamasi merupakan kegiatan penting untuk memulihkan lingkungan pasca penambangan, sekitar 90 persen pertambangan di Kabupaten Lebak tidak melaksanakannya.
Muntadir menegaskan peraturan mewajibkan reklamasi dan memberikan sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak melakukannya.
Kasus ini bukan yang pertama tentu saja. Peristiwa serupa pernah terjadi sebelumnya di Lebak, menimpa seorang bocah pada 2020.
Ia berharap penegak hukum tegas menindak pelaku pertambangan yang tidak melakukan reklamasi agar peristiwa serupa tidak terulang.
Dalam UU Nomor 3 Tahun 2020, pengusaha yang izinnya dicabut tapi tidak menempatkan dana jaminan reklamasi dapat dipidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Layangkan Aduan
Awal April 2024 lalu, sebuah surat aduan perihal masalah galian tanah ini telah dilayangkan sebuah organisasi ke pihak berwajib di Lebak, demikian ungkap laman jelajahhukum.id.
Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) Cabang Lebak melayangkan surat pengaduan ke Satreskrim Polres Lebak unit Tindak Pidana Tertentu terkait kegiatan penambangan pasir yang diduga ilegal di Jalan Raya Rangkasbitung-Maja, Kampung Babakan, Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung.
Penambangan ini telah memakan korban pengguna jalan yang terjatuh akibat jalan licin karena tanah merah berceceran.
Ketua LEMI Muntadir menyampaikan bahwa kegiatan tambang tersebut sangat merugikan masyarakat dan tidak memperhatikan dampak lingkungan sekitar.
Meski telah beberapa kali diperingatkan, perusahaan acuh tak acuh. Kegiatan ini diduga ilegal dan mengakibatkan rusaknya jalan raya serta kecelakaan bagi pengendara saat hujan turun.
Oleh karena itu, LEMI melayangkan Laporan Pengaduan Umum ke polisi agar tambang ditutup. Muntadir akan mengawal kasus ini dan mengancam akan berdemonstrasi di Polres Lebak jika laporan tidak diproses dan tambang masih beroperasi. Ia berharap polisi segera bertindak sebelum terjadi korban lebih banyak lagi. (*/)