MAJA, SEKITARMAJA.COM – Pada tanggal 26 Juni 2024 lalu, Pj Bupati Lebak, Iwan Kurniawan, menghadiri peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Kabupaten Lebak. Acara ini berlangsung di Pasar Sampay, Kecamatan Warunggunung.
Dalam sambutannya, Iwan Kurniawan menekankan pentingnya penanganan perubahan iklim dan pengelolaan sampah di wilayah Kabupaten Lebak. Ia berbicara tentang penanaman pohon dan mengubah lahan menjadi produktif dengan memperhatikan nilai ekonomi.
Iwan menyatakan bahwa peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia kali ini menyorot masalah perubahan iklim dapat diperlambat lajunya dengan penghijauan.
Ia juga mengatakan bahwa masyarakat Lebak harus memilih pohon yang memiliki karakteristik yang bisa menjadi peneduh serta memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat luas.
“Yang tak kalah penting yakni kita harus memperhatikan bagaimana cara menangani dan mengelola sampah dengan baik sehingga dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat”, kata Iwan melalui laman Tempo.co.
2 Peraturan Lebak Soal Penanganan Sampah
Kabupaten Lebak telah memiliki peraturan daerah dan bupati yang berkaitan dengan masalah pengelolaan sampah. Aturan pertama ialah Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Lebak Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah. Perda ini mengatur hak dan kewajiban, peran keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, dan pelaku usaha dalam pengelolaan sampah. Di dalamnya juga tercakup poin-poin mengenai izin, lembaga pengelola, kerjasama pengelolaan sampah, retribusi pelayanan persampahan, insentif, pengaduan, penyelesaian sengketa, pengawasan, pembinaan, pembiayaan, larangan, dan sanksi administratif.
Kedua ialah Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Lebak Nomor 30 Tahun 2018 tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis. PERBUP ini mengatur kebijakan dan strategi pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis di Kabupaten Lebak.
Pada kenyataannya, realisasi kedua peraturan ini masih menghadapi tantangan. Meskipun Kabupaten Lebak telah berusaha mengelola sampah, pemerintah dan masyarakat Lebak kewalahan dalam mengatasi volume sampah yang terus meningkat setiap harinya.
‘Tradisi’ Buang Sampah Sembarangan dan Bakar Sampah Masyarakat Lebak
Tercatat di 2022, sebanyak 80 persen sampah di Kabupaten Lebak belum bisa ditangani dengan maksimal. Dari 553,70 ton sampah per hari hanya 132 ton sampah yang dapat ditangani. Itu artinya ada sekitar 421,7 ton yang tidak tertangani dengan semestinya.
“Sampah yang masuk ke TPA sekitar 20 persen saja atau 132 ton sampah. Sisanya, jika di perkampungan akan dibuang ke kebun, menimbun sampah, atau masih ada juga yang buang ke sungai atau selokan,” ujar Kasi Pengurangan Sampah, Dinas Lingkungan Hidup Lebak Uding, Senin (10/1/2022) melalui laman detik.com.
Dengan kata lain, tradisi membuang sampah di tempat yang tidak semestinya (sungai, kebun, dan lahan kosong) masih lazim dilakukan masyarakat Lebak karena tidak tahu cara mengelola sampah yang bijak. Alternatif terakhir yang ditempuh masyarakat biasanya membakar sampah, yang justru memicu masalah polusi udara. Hal ini juga masih ditemui di wilayah Maja dan sekitarnya.
Dalam menangani sampah, Pemkab Lebak hanya mengandalkan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp2 miliar. Anggaran itu dibagi untuk armada, honor petugas, dan bahan bakar mobil armada pengangkut sampah.
Diperparah Dugaan Penyalahgunaan Dana Retribusi Sampah oleh Oknum
Semua masalah penanganan sampah di lebak tersebut masih diperparah dengan munculnya dugaan tidak disetorkannya dana retribusi sampah sejumlah pasar termasuk Pasar Maja ke Kas Daerah Lebak, ungkap banten.suara.com.
Menariknya, sopir armada pengangkut sampah ternyata mengaku bahwa pihaknya tidak menyadari bahwa uang yang mereka terima merupakan retribusi pelayanan sampah. Mereka menganggapnya sebagai uang tip dari pengelola pasar. Setelah setahun berlalu, besarnya jumlah uang yang terkumpul menjadi temuan yang mengejutkan.
Untuk mengatasi masalah ini, DLH Lebak akan mengembalikan uang yang diterima oleh para sopir armada dalam waktu dekat. Selain itu, DLH juga tidak lagi menugaskan kolektor untuk memungut retribusi pelayanan sampah dari para pengelola pasar. Sebagai alternatif, mereka akan menerbitkan invoice dan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), sehingga pengelola pasar dapat langsung menyetorkan retribusi ke kas daerah. (*/)