Bisakah Program 3 Juta Rumah Cerahkan Sektor Properti RI di 2025?

Properti Indonesia bisa lebih maju di 2025 dengan kolaborasi semua pihak. (Foto: Dok. BP Tapera)

MAJA,SEKITARMAJA.COM – Sektor properti diprediksi akan berkembang pesat di 2025, didukung oleh pembentukan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) serta Program 3 Juta Rumah per tahun. Program ini mencakup 2 juta unit rumah di pedesaan dan 1 juta unit rumah di perkotaan. Demikian diungkapkan dalam gelar wicara Banking & Property Outlook 2025 bertajuk “Era Baru Kebangkitan Industri Properti” yang diselenggarakan Indonesia Housing Creative Forum dan Urban Forum di Thamrin Nine, Jakarta, Selasa (10/12).

Prediksi ini diungkapkan oleh pengamat Properti dari Stellar Property, M. Gali Ade Nofrans, yang mengatakan bahwa dengan adanya kementerian baru khusus perumahan diharapkan akan ada juga sederet regulasi baru dan sederet insentif dari pemerintah untuk mendorong angka penjualan produk properti di tanah air yang terkena dampak pelemahan ekonomi akhir-akhir ini.

Diskusi ini juga melibatkan Wakil Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Hari Ganie, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah, Ketua Umum Asosiasi Srikandi Pengusaha Properti Indonesia (SRIDEPPI) Risma Gandhi, Ketua Asosiasi Rumah Modular Indonesia (ARMI) Nicolas Kesuma, dan Akhmad Syamsuddin selaku Direktur Operasional PT Motive Mulia.

Butuh Kolaborasi Banyak Pihak

Tahun depan diprediksi akan menjadi satu momentum perubahan sektor properti di Indonesia. Jika Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang dipimpin Menteri Maruarar Sirait (Ara) bisa mengeluarkan kebijakan pemerintah yang proaktif dan inovatif, tidak mustahil properti akan lebih baik kinerjanya tahun 2025, ungkap Gali Ade melalui laman industriproperti.com.

Lebih lanjut, Gali Ade merinci bahwa sektor properti dalam negeri Indonesia membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, pengembang, perbankan, dan industri konstruksi untuk mencapai target yang ditetapkan.

Kebijakan pemerintah yang pro-sektor properti misalnya penambahan alokasi untuk KPR bersubsidi (sebanyak 800.000 unit rumah), insentif PPN DTP (Pajak Ditanggung Pemerintah), sistem perizinan satu pintu yang memudahkan prosedur. Semuanya ini jika bisa direalisasikan akan mampu mencerahkan kondisi dunia properti kita dan berkontribusi dalam mewujudkan pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional sebanyak 8%.

Sementara itu, perbankan domestik juga didorong untuk bisa menyiapkan skema pembiayaan istimewa melalui BTN. Langkah lain juga yang bisa ditempuh ialah dengan memperpanjang tenor KPR hingga 30 tahun. Juga disinggung perihal adanya usulan peningkatan kuota FLPP  (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) agar masyarakat berpenghasilan rendah juga bisa memiliki rumah yang layak huni sendiri. Diusulkan adanya peningkatan kuota dari 200.000 unit jadi 400.000.

Tantangan PHK Massal dan Perubahan Iklim

Untuk mencapai perbaikan kinerja sektor properti Indonesia, semua pihak yang terlibat juga harus bahu-membahu mengatasi tantangan-tantangan besarnya seperti masalah kapasitas pembangunan yang saat ini masih rendah (cuma 300-400 ribu unit per tahun), kurangnya terobosan dan insentif, serta belum adanya keselarasan dalam bekerja antara kementerian yang satu dengan yang lain.

Solusi yang bisa ditempuh dalam kesempatan tersebut ialah penerapan inovasi konstruksi terkini yakni konstruksi modular, metode pembangunan properti yang bercirikan komponen-komponen bangunan diproduksi di pabrik (off-site), kemudian dirakit di lokasi pembangunan. Juga bisa dipertimbangkan penerapan prefabricated Modular Concrete untuk bisa menghemat waktu dan biaya pembangunan.

Karena adanya isu perubahan iklim, industri properti Indonesia juga seharusnya sudah mulai memikirkan bagaimana menerapkan teknologi ramah lingkungan dalam proyek pengembangan properti mereka sebab tantangan perubahan iklim dan bencana ikutannya semakin besar dari tahun ke tahun. Karena makin lama, makin banyak konsumen yang melek dengan isu perubahan iklim dan risiko bencana di baliknya. Developer-developer yang gagap dalam merespon perubahan karena cuma memikirkan untung sendiri makin lama akan ditinggalkan konsumen.

Juga tak kalah penting ialah bagaimana pemerintah bisa memperlebak akses pembiayaan pemilikan rumah bagi para pekerja informal dan Pekerja Migran Indonesia (dulu disebut TKI) yang jumlahnya dari waktu ke waktu makin banyak. Dengan cuma mengandalkan para pekerja formal yang makin sedikit apalagi setelah fenomena PHK massal di tahun 2024 ini, rasanya susah untuk memajukan sektor properti. (*/)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top