
MAJA, SEKITARMAJA.COM – Amelia Fitriani adalah sosok entrepreneur perempuan yang kini banyak beraktivitas di Citra Maja Raya. Meski ia tinggal di Tangerang yang jaraknya sekitar 11 kilometer dari Citra Maja Raya, Lebak, ia mengaku sering menyambangi Citra Maja Raya karena memiliki dua bisnis kuliner di proyek kota mandiri yang baru berkembang ini.
Sekitarmaja.com berkesempatan untuk mewawancarai Amelia secara virtual setelah Juni lalu ia bertandang ke sebuah event literasi di Sabah, Malaysia. Di kesempatan ini, Amelia membahas bagaimana perjalanan kariernya hingga saat ini, pandangan dan harapannya tentang Maja, kesibukannya sebagai entrepreneur dan pegiat literasi dengan passion-nya terhadap kesusasteraan dan puisi esai. Ia juga baru saja menerbitkan kumpulan cerpen berjudul Gadis, Leo & Lanang yang bisa dinikmati dalam bentuk digital dan buku fisik.
Simak petikan wawancara SekitarMaja.com (SM) bersama Amelia (A) di bawah ini.
SM: “Bagaimana bisa pindah ke rumah saat ini dan memutuskan untuk berbisnis di Maja?”
A: “Saya pindah dan memilih tinggal di Tangerang sejak pandemi 2020 karena harga yang terjangkau (affordable) kala itu, dan juga akses yang dekat stasiun KRL dan tol Balaraja Barat memudahkan mobilitas ke Jakarta.
Sejak tinggal di sini, saya mencari tempat untuk menyalurkan hobi yoga saya. Hal itu mempertemukan saya dengan Komunitas Yoga di Maja pada 2021. Semula mengikuti aktivitasnya melalui Zoom dan kemudian ikut aktivitas yoga tatap muka di Citra Maja Raya.
Sejak saat itu, intensitas saya ke Maja lebih rutin. Hingga singkat cerita, saya memutuskan untuk membuka usaha kuliner di Citra Maja Raya. Karena saya melihat lingkungannya yang terus tumbuh dan hangat untuk usaha kuliner saya.”
SM: “Mohon diceritakan secara singkat latar belakang pendidikan dan perjalanan karier hingga seperti sekarang.”
A: “Saya lulusan Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Kemudian menempuh karir sebagai jurnalis dan redaktur di media online Rakyat Merdeka, untuk desk politik dan internasional.
Saat menjadi jurnalis, saya sempat menempuh pendidikan short course Spanish Language di Universidad Externado de Colombia di Bogotá selama 4 bulan, di bawah program beasiswa ELE Focalae.
Setelah 9 tahun menjadi jurnalis, saya memutuskan untuk berhenti dan beralih karir menjadi seorang entrepreneur. Saya mendirikan agensi kecil di bidang public relations dan event organizer bernama “XYZ+ Agency” yang berbasis di Kuningan, Jakarta Selatan.
Saya juga membuka usaha di bidang kuliner di Citra Maja Raya, Lebak, Banten bernama “Makan Di Jepang, Shabu & Grill” dan juga “Seblak Apoy”.”
SM: “Mengapa dan bagaimana awal mula suka dengan puisi?”
A: “Saya senang dengan sastra, terutama puisi sejak SMP. Karena saat itu saya kerap dirundung di sekolah, sehingga waktu istirahat lebih banyak saya habiskan di perpustakaan. Di sana saya berkenalan dan jatuh hati dengan buku-buku sastra karya Marah Roesli, N. H. Dini, Sapardi Djoko Damono dan Chairil Anwar.
Ketertarikan saya akan sastra dan puisi saya salurkan lebih jauh ketika berada di perguruan tinggi, saya bergabung dengan Komunitas Sastra Senjakala untuk membahas dan menulis karya sastra (cerpen dan puisi), serta mempublikasikannya dalam bentuk majalah bulanan.
Namun, saya baru melanjutkan untuk memperdalam ketertarikan saya ke dalam puisi setelah berkenalan dengan dua komunitas pada tahun 2021 lalu, yaitu: Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena dan Komunitas Puisi Esai.
Satupena adalah sebuah komunitas di mana ratusan penulis Indonesia dari 34 provinsi (kala itu) bergabung untuk berbagi informasi, kegiatan, dan juga karya. Sementara itu, Komunitas Puisi Esai adalah sebuah perkumpulan yang fokus pada upaya pengembangan Puisi Esai, yakni genre baru dalam sastra yang memadukan dua konsep, puisi dan esai. Kata “Puisi Esai” itu sendiri sudah masuk ke dalam KBBI, sehingga saya meyakininya sebagai sebuah gagasan yang legit (legitimate – red) dan diakui. Terlebih sederet sastrawan top juga meng-endorse Puisi Esai melalui tulisan-tulisan mereka.
Saya sendiri tertarik dengan Puisi Esai karena kredonya, yakni “yang bukan penyair boleh ambil bagian” sehingga saya merasa tidak dihakimi sebagai seorang penulis muda yang belum menyandang gelar “penyair”.
Selain itu, saya juga tertarik karena roh utama dari Puisi Esai adalah Hak Asasi Manusia. Puisi Esai menawarkan cara baru untuk bertutur mengenai keterusikan HAM, baik pada level personal maupun level yang lebih luas.
Sejak saat itu hingga saat ini, saya menjadi aktif berkegiatan, belajar dan berkarya sembari memperdalam dunia tulis menulis, termasuk Puisi Esai.”
SM: “Bagaimana pengalaman di festival Kesusasteraan, Kesenian dan Puisi Esei Antarbangsa Sabah yang diadakan Juni 2024 lalu? Dalam kapasitas apa saat hadir sana?”
A: “Festival Kesusasteraan, Kesenian dan Puisi Esei Antarabangsa di Sabah Juni lalu adalah festival tahunan. Dan tahun 2024 ini adalah tahun ketiga festival itu digelar.
Festival ini diselenggarakan oleh pemerintah Sabah melalui Kementerian Pelancongan Seni dan Budaya Malaysia (MOTAC), Kerajaan Negeri Sabah, Badan Bahasa dan Sastra Sabah (BAHASA) dan Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Cawangan Sabah. Tujuannya adalah untuk menggelorakan semangat literasi, branding dan tentu saja menarik pengunjung asing usai pandemi.
Festival itu juga diselenggarakan atas kerjasama dengan Komunitas Puisi Esai ASEAN. Mengapa? Karena, Puisi Esai tumbuh subur di Sabah. Banyak penyair Sabah, yang juga kemudian merambah ke Brunei, yang tertarik dan menulis mengenai Puisi Esai, baik sebagai sebuah genre satra ataupun kajian akademis. Sehingga pemerintah Sabah juga ikut meng-endorse Puisi Esai melalui festival.
Saya ikut hadir di Festival Kesusasteraan, Kesenian dan Puisi Esei Antarabangsa ke-3 di Sabah pada Juni 2024 lalu. Saya datang ke sana sebagai satu dari enam delegasi Komunitas Puisi Esai di Indonesia. Selain saya, ada juga Sekjen Komunitas Puisi Esai ASEAN yang juga penyair ternama Fatin Hamama, sastrawan kawakan Agus R. Sarjono, wartawan senior yang juga dosen Jonminofri Nazir, seniman dan aktivis Bambang Isti Nugroho, serta Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) Dr. Yundini Husni Djamaluddin. Mereka semua adalah tokoh-tokoh yang mengembangkan Puisi Esai di Indonesia.
Bagi saya, itu adalah pengalaman berharga. Karena saya hadir sebagai delegasi dan anggota Komunitas Puisi Esai untuk ikut menyumbang sudut pandang sebagai anggota muda. Sebagai bagian dari regenerasi di Komunitas Puisi Esai, saya bertugas membawakan materi “Pengalaman Penulis Muda Menulis Puisi Esai”. Materi ini saya bawakan pada dua kesempatan, yakni saat kegiatan Bengkel Puisi Esai (pelatihan menulis puisi esai untuk anak muda) di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) dan pada saat sesi seminar di Dewan Bahasa dan Pustaka Sabah.
Pengalaman menarik di sana, karena selain ikut berpartisipasi menumbuhkembangkan Puisi Esai, saya juga mendapat banyak cerita dan sudut pandang baru, terutama mengenai anak-anak Indonesia di Sabah yang belum pernah menginjakkan kaki di tanah air. Ada HAM yang terusik di sana.”
SM: “Bagaimana pendapat Anda sendiri mengenai kondisi literasi dan sastra di Maja?”
A: “Di Maja secara general saya belum punya banyak wawasan mengenai perkembangan literasinya. Namun, saya bertemu dan mengetahui bahwa ada beberapa penulis yang memutuskan untuk menetap di Maja.
Artinya, ada potensi untuk menghidup-hidupkan semangat literasi di Maja. Namun belum ada wadah yang benar-benar bisa menampung kegiatan semacam itu.
Wadah yang cocok barangkali bentuknya adalah “komunitas”. Karena komunitas selalu muncul dari semangat yang sama. Bisa digelar kegiatan sederhana, tapi rutin, seperti book club.
Saya rasa, kita bisa belajar dari Komunitas Yoga di Maja yang paling tidak sudah teruji oleh waktu. Komunitas tersebut adalah komunitas persisten. Berapa orang pun anggota yang hadir, mereka rutin menggelar kegiatan di akhir pekan.”
SM: “Adakah keinginan untuk mengembangkan Komunitas Puisi Esai di Maja?”
A: “Ya, tentu saja. Jika ada yang bisa diajak kolaborasi, akan lebih mudah untuk mengembangkan Komunitas Puisi Esai di Maja. Terlebih Lebak, secara umum, adalah wilayah yang menyimpan banyak cerita dan sejarah. Akan sangat menarik untuk menceritakan kembali kisah-kisah yang terkandung di Lebak dengan banyak cara, termasuk Puisi Esai.” (*/)
2 thoughts on “Amelia Fitriani Ingin Hidupkan Semangat Literasi Maja”